2
Assalamualaikum wr.wb.
Hai hai hai, apa kabar pembaca setia semua? Semoga sehat sentosa, kebaikan, kesehatan, kesuksesan selalu menyertai Aamiin Aamiin Ya Robbal Alamin. Masih dalam suasana Ramadhan, saya ingin mengucapkan taqabbalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum. Semoga Allah menerima segala puasa dan ibadah kita semua. Semoga setiap hari kita rasakan seperti bulan Ramadhan, dimana hawa nafsu kita taklukan, amarah kita redam dan kebaikan selalu kita lakukan Aamiin Ya Robbal Alamin. Di postingan kali ini, saya akan menbagikan cerita yang ditulis langsung oleh sahabat saya yaitu Fatma Dwi Rusmiana. Beliau adalah salah satu sahabat terbaik saya di Jogja. Kami dulu dipertemukan di kampus UNY dan ternyata kami satu kelas (2011-2015) dan aktif di organisasi yang sama yaitu HIMA DIKSI (Hima Pendidikan Akuntansi ) FE UNY selama 3 tahun (2012-2014). Beliau adalah gadis asli Jogja tepatnya anak Mlati, Sleman, Yogyakarta. Kalau lagi bercanda, kadang Fatma di panggil “ wooo Mlati Mlati hahaha”. Dari 3 tahun persahabatan antara saya dan Fatma, sedikit banyak saya pun mengenal karakter beliau, dan kalau harus dideskirpsikan dalam 3 kata positif, Fatma ini orangnya Penyayang, Pekerja Keras dan Berani.
Seberani beliau memutuskan mengikuti program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM3T). Dimana tidak semua orang/mahasiswa mau dan mampu mengikuti program ini. Hanya orang orang pilihan yang bisa diberikan kesempatan untuk mengajar dan mengabdi di daerah terpencil di pelosok Indonesia. Secara fisik dan mental harus dipersiapkan sebaik mungkin. Sebelum berangkat ke daerah penempatan, mereka akan digembleng ala militer . Selama satu tahun mereka akan mengajar dan mengabdi, berjuang dengan segala tantangan yang ada.
Bukan main-main. Mereka akan ditempatkan di daerah yang benar-benar membutuhkan guru dan pendidikan yang lebih layak. Bisa di daerah yang tidak terlalu pelosok, atau yang sangat pelosok. Tidak ada listrik, sinyal, dan jauh dari perkotaan. Jangankan jalur darat, jalur laut pun harus berani di tempuh dengan segala resiko yang ada. Hiruk pikuk kota tidak terdengar, hanya suara burung, binatang hutan dan sedikit penduduk yang menemani. Cari dan lihat video mereka di banyak media seperti di youtube, asli bikin menangis dan merinding melihat perjuangan dan anak anak didik mereka di pelosok Indonesia. Tak sedikit pula anak anak yang tidak tahu dimana ibukota Indonesia, apa itu lagu kebangsaan Indonesia Raya apalagi segala kecanggihan Iphone, Ipad, laptop atau gadget bahkan POKEMON GO. Oppooo kuii rek ? Mereka belum nyampe pada level itu semua. Yang mereka tahu hanya sekolah, mencari kayu bakar, berburu atau mencari sayuran di kebun.
Saya pun masih ingat awal awal beliau ragu untuk ikut sm3t atau tidak, beliau meminta saran dan bercerita kepada saya dan teman teman yang lain. Kami pun salah satu yang mendukung beliau untuk mengikuti SM3T. Akhirnya proses berjalan, beliau diterima dan pada bulan Agustus 2015 Fatma berangkat mengabdi.
Dan langsung saja, inilah yang kita tunggu-tunggu. Cerita dan pengalaman Fatma Dwi Rusmiana, mengabdi di Kalimantan Barat. Cekidot!
Adil Ka’talino Bacuramen Ka’saruga, Basengat Kacubata…! HARUS!!! Sebuah kalimat yang baru saya dengar ketika menginjakkan kaki ini di Pulau Kalimantan, tepatnya di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Yaa… kalimat tersebut merupakan salam khas dari kabupaten tersebut. Program dari Kemenristekdikti yaitu SM3T angkatan V ini telah membawa saya ke kota Khatulistiwa selama 1 tahun untuk melakukan pengabdian mengajar di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Tanggal 20 Agustus 2015 adalah keberangkatan saya melakukan perantauan yang pertama di pulau seberang.
Periode yang sangat menyenangkan dimana saya dituntut untuk menunjukkan kesiapan saya dalam melayani masyarakat, yaitu mengabdi, mengajar dan mendidik putra-putri penerus bangsa di pelosok negeri ini. Saya ditugaskan mendidik di SMA Negeri 1 Suti Semarang yang merupakan salah satu Sekolah yang terletak di kecamatan Suti Semarang. Sekolah ini merupakan sekolah baru yang berdiri pada tahun 2013 dengan jumlah siswa pada tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 33 orang. Dengan tenaga pengajar terdiri dari 1 guru PNS, 6 guru kontrak, dan 4 guru honorer.
Ada pilihan dua jalur yang bisa dilewati untuk sampai di tempat tugas, yaitu jalur darat dengan waktu tempuh 3 jam jika musim kering, sedangkan kalau musim hujan waktu tempuh yang dibutuhkan 5 sampai 7 jam dan jalur air bisa di tempuh menggunakan motor air selama 3 sampai 5 jam jika air pasang, sedangkan saat air surut waktu tempuh yang dibutuhkan cukup lama yaitu 8 sampai 10 jam. Jalur air adalah pilihan pertama kali bagi kami untuk sampai tempat tugas, karena musim kering atau air sedang surut perjalanan ditempuh selama 8 jam. Suguhan pemandangan air sungai Sambas yang jernih dan dikelilingi hutan yang masih alami, perjalanan yang lumayan lama tersebut tidak terasa membosankan.
Saat itu kita sangat menikmati suasana perjalanan yang baru tersebut. Pendaratan pertama yaitu disebuah kampung muslim yang bernama Kendaik yang mayoritas penduduknya asli suku melayu. Dan waktu 1 jam lagi harus ditempuh untuk sampai Suti Baru (tempat tugas). Pagi itu kita dijemput anak murid untuk ke tempat tugas, dan kesan pertama bagi saya saat melewati jalan yang berada di tengah-tengah hutan adalah “amazing”. Jalan yang belum beraspal, berlumpur dan berlubang-lubang tersebut merupakan jalan raya Suti Semarang tapi kondisinya tidak layak disebut jalan raya, karena masih sangat memprihatinkan. Sungguh senam jantung yang saya rasakan waktu itu, ingin rasanya turun dari motor tetapi tidak diperbolehkan oleh murid saya. Ya sudahlah dengan modal percaya pada pengemudi, saya tetap bertahan menggonceng motor dengan ketegangan maksimal.
Kemudian, kami Guru SMA yang terdiri dari guru kontrak dan guru SM3T tinggal di Asrama polisi yang letaknya tidak jauh dengan sekolah, kira-kira kalau jalan kaki 5 menit saja. Di asrama tersebut sangat berwarna yaitu suku dayak dan suku jawa tinggal satu atap. Berbagai perbedaan sangat terasa, mulai dari makanan, agama, bahasa, kebiasaan dan lain sebagainya. Tetapi karena kita saling toleransi antar sesama, maka perbedaan tersebut tidak menjadi kendala bagi kita untuk hidup bersama. Justru kebersamaan dan kekeluargaanlah yang tercipta di asrama. Banyak sekali hal-hal baru yang saya temui, contohnya karena terbatasnya penjual sayur maka untuk kelangsungan hidup, sebelum makan kita bersama-sama mencari sayuran dulu dihutan maupun di sungai. Jenis sayurannya pun sangat baru bagi saya, antara lain miding, pakis, umbut rotan dan tengkuyung. Pertama kali makan sayuran tersebut terasa aneh dan rasanya asing banget bagi lidah ini, tapi seiring berjalannya waktu mulai terbiasa dan menjadi makanan favorit. Untuk listrik Alhamdulillah ada, tetapi tidak full 24 jam. Listrik di kecamatan ini mulai nyala pukul 17.00 sampai 06.00 WIB. Sedangkan jaringan telepon hanya ada signal telkomsel dan indosat. Meskipun tidak lancar tetapi saya sangat bersyukur masih ada signal telepon, sehingga bisa selalu berkomunikasi dengan keluarga di Jogja.
Mata pencaharian masyarakat Suti Semarang adalah petani sahang (merica) dan menorah getah karet. Maka tak heran jika di sekeliling jalan banyak kita jumpai pohon karet, karena sebelum harga sahang melambung masyarakat hanya mengandalkan menorah getah karet. Dan ketika harga sahang Rp 160.000,00 per kilo masyarakat mulai beralih menjadi petani sahang, namun tidak lantas meninggalkan pekerjaan lama sebagai petani karet. Selain kegiatan di sekolah, saya juga senang dengan kegiatan bermasyarakat. Untuk menjalin keakraban dan mengetahui lebih banyak budaya yang ada di Kalimantan ini, saya dan teman-teman SM3T sepulang sekolah dan hari libur sering main ke kampung. 1 jam kita tempuh dengan jalan kaki untuk sampai ke kampung. Kita berkunjung ke rumah teman guru dan tempat murid-murid. Saya sangat bahagia, karena penyambutan mereka yang luar biasa terhadap kita, misalnya untuk makan kita sudah disediakan ayam yang masih hidup dan kita diminta untuk menyembelih sendiri. Disitulah toleransi agamanya sangat tinggi. Hal yang baru lagi yaitu memetik sayuran di kebun murid untuk makan, yang lebih penting bukan hasilnya tetapi proses untuk sampai ke kebun tersebut. Jalan yang harus kita lalui sangat memprihatinkan, apalagi kalau musim hujan. Tetapi kita selalu saling menghibur dengan canda tawa dan berfoto narsis, alhasil semua semangat dan keakraban mengalahkan lelahnya perjalanan.
Ini nih acara kebudayaan yang saya tunggu-tunggu, yaitu gawai tahun baru padi yang merupakan salah satu tradisi masyarakat dayak yang dirayakan satu tahun sekali antara bulan Februari sampai bulan Mei, yaitu ketika masyarakat mulai panen padi. Waktu perayaan acara tersebut antar kampung berbeda-beda, sesuai kesepakatan perangkat desa dengan kepala suku. Acara ini berlangsung satu hari penuh, yaitu warga saling berkunjung dari rumah ke rumah dan wajib menikmati suguhan dari tuan rumah.
Makanan yang disuguhkan pun berciri khas yaitu hasil olahan dari beras, antara lain: 1. Dange, makanan ini hasil olahan beras yang digiling dan dicampur dengan kelapa. Cara memasaknya yaitu dengan digoreng sangan (tanpa minyak). Kalau di Jogja masyarakat biasa menyebutnya dengan sagon.
2. Lemang, ini nie…makanan khas dayak yang mempunyai rasa gurih. Terbuat dari beras yang dicampur santan. Cara memasaknya yaitu 2-3 sendok beras dimasukkan ke dalam bambu yang sudah dilapisi daun pisang lalu dipanggang diatas tungku tradisional. Pada bagian paling atas dari lemang ini ditaburi parutan kelapa.
3. Lepet, terbuat dari beras ketan yang digiling dan didalamnya diisi parutan kelapa dan gula merah. Kalau di Jogja biasa disebut dengan mendut.
Ada satu pengalaman atau kejadian yang sangat berkesan bagi saya, yang mungkin akan selalu saya ingat. Salah satu murid kelas XI ada yang bernama Joko Tole, pada semester pertama dan awal semester dua anaknya rajin masuk sekolah. Pada semester dua, bulan April anak tersebut mulai malas pergi ke sekolah, dalam 1 bulan bisa terhitung dengan jari berapa kali dia masuk sekolah. Sangat disayangkan sekali jika Joko (begitu panggilannya) berhenti di tengah jalan. Berbagai cara saya lakukan agar anak tersebut bisa aktif kembali berangkat sekolah, mulai dari berpesan kepada temannya kalau dicari bu Fatma, menasehatinya ketika ia berangkat sekolah, memberi motivasi agar bersemangat ke sekolah lagi. Saya pikir cara tersebut sudah ampuh untuk membangkitkan keaktifannya pergi ke sekolah, ternyata hanya bertahan 1 minggu saja dia aktif lagi ke sekolah.
Suatu hari Joko berangkat sekolah dan saya memanggilnya di kantor. Saya bertanya “Joko, kenapa kamu malas pergi ke sekolah lagi?” anak tersebut menjawab “kemarin saya berangkat buk, tapi saya melihat di kantor ibuk gak ada dan kata teman saya Ibu sedang ada acara di Bengkayang, makanya saya malas ke sekolah karena gak ada ibu”. Saya terdiam sejenak bingung mau menjawab gimana, dan akhirnya saya menjelaskan alasan pergi ke Bengkayang dan bertanya lagi pada anak tersebut “kenapa kalo ibu gak ke sekolah, kamu juga gak mau pergi sekolah?”, dia menjawab “karena ibu tidak galak, selalu memberi motivasi saat di kelas, dan saya senang di ajar sama ibu”.
Untuk kedua kalinya saya terdiam lagi, lalu mencoba menasehatinya. Keesokan paginya anak tersebut berangkat sekolah, tetapi lusa sampai 2 minggu ke depan ia tidak ada kabar lagi. Tiap masuk kelas XI saya selalu bertanya pada teman-temannya “apa kabar Joko?, dimana Joko?, kapan Joko pergi sekolah lagi?”. Dan suatu hari ada teman kampungnya memberitahu saya, bahwa Joko nggak mau sekolah lagi, ia bekerja mengangkut pasir. Saat itulah saya mulai memantapkan untuk datang kerumahnya. Saya mengajak teman-teman di kelasnya untuk mengantar sekaligus menjenguk Joko, sayang sekali hanya ada 5 anak yang bisa ikut. Tapi tak apalah, yang penting ada perwakilan dari temannya.
Pada waktu itu hari Jumat sepulang sekolah kami berangkat menuju Padang Tanjung (rumah Joko), lima belas menit sebelum sampai rumah Joko, kami berjumpa dengannya yang sedang mengikat satu karung pasir di motornya. Saya pun berhenti dan Joko terlihat kaget sekaligus tersenyum bahagia melihat kami. Berbincang sebentar dengannya dan menyampaikan kalo kita mau silaturahmi kerumahnya. Setibanya dirumah Joko, kita disambut oleh bibi Joko. Setelah dipersilahkan masuk dan melakukan ibadah saya menjelaskan maksud kedatangan kami. Beberapa saat kemudian, saya mengajak Joko keluar untuk berbincang-bincang. Pada saat itu, saya menasehati dan memberikan motivasi agar ia mau pergi ke sekolah lagi. Dan betapa terharunya saya, ketika keesokan harinya Joko berangkat sekolah dan langsung les dengan saya untuk mengejar materi yang ketinggalan selama ia tidak masuk. Aaaaahh rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Saya terharu. Begitu bahagianya ketika bisa mengembalikan semangat seorang anak untuk kembali lagi bersekolah dan merajut mimpi mimpinya.
Selain pengalaman dari Joko Tole, banyak hal menarik yang saya temui selama saya mengabdi, antara lain panggilan ibu guru yang melekat pada diri saya oleh murid dan masyarakat, menjumpai ruang kepala sekolah dan guru yang sering kosong (hanya ada guru SM3T di sekolah), siswa yang sering tidak berangkat sekolah karena bekerja (menorah getah karet dan panen sahang) untuk membayar komite, menjumpai salah seorang siswa yang membawa sapi ke sekolah untuk makan rumput di halaman sekolah, perjuangan untuk ibadah di masjid harus ditempuh dengan jalan kaki selama 2 jam jika jalan kering dan 3 jam saat musim hujan, serta mencari sayuran dan mencari ikan dengan perahu dayung. Untuk di masyarakat, saya juga sering menjumpai gotong royong yang masih sangat kental (mulai dari pesta pernikahan, mengangkat tetangga yang sakit dengan tandu bambu). Toleransi juga sangat tinggi di kampung.
Cerita unik lainnya yaitu ketika saya mengajar TIK untuk kelas 3. Dengan fasilitas terbatas, listrik padam, saya gunakan laptop saya untuk mengajari anak anak belajar mengetik. Walau baterai hanya bertahan 1,5 jam, anak anak belajar mengetik satu per satu dan mereka sangat senang. Raut wajah yang begitu bahagia terpancar dari mereka.
Selain cerita di atas, saya dan teman teman SM3T juga sering membantu dokter di puskesmas untuk melayani kebutuhan kesehatan masyarakat setempat. Kurangnya tenaga medis menyebabkan pelayanan kesehatan masyarakat pedalaman belum maksimal. Berikut adalah foto dimana saya dan teman teman membantu dokter puskesmas untuk melakukan operasi pengambilan daging tumbuh di pipi pasien.
Sebelum saya tutup, ini adalah foto ketika saya harus untuk mendapatkan sinyal dan menelfon keluarga di Jogja di Idul Fitri kemarin. Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini sungguh luar biasa. Saya berada di daerah terpencil di Kalimantan Barat dengan segala kisah perjuangan, persahabatan dan pengabdian yang saya lakukan bersama teman teman SM3T, masyarakat sekitar dan tentunya anak-anak pelosok yang luar biasa. Bagiku, inilah keluarga baruku yang mengajarkanku banyak sekali ilmu yang InsyaAllah sangat berguna sampai kapanpun.
Setelah ini, tepatnya bulan Agustus, saya pun akan kembali ke Jogjakarta. Meninggalkan anak-anak, sekolah, masyarakat sekitar, asrama, hutan, sungai, jalan dan segala yang berhubungan dengan Suti Baru dan Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Terimakasih semuanya. Suka, duka bersama kalian akanku kenang sampai kapanpun.
Untuk anak-anakku di sekolah, 4/5 tahun lagi pasti kalian sudah lulus dan sudah besar besar. Tubuh kalian sudah meninggi, pengalaman dan ilmu kalian sudah bertambah banyak. Ibu guru bangga sama kalian nak, terimakasih atas suka duka yang pernah ibu alami bersama kalian. Semoga suatu saat kita bisa berjumpa lagi ya. Doa ibu selalu menyertai kalian. Ingatlah, jangan pernah menyerah mengejar mimpi-mimpimu ya Nak . Semoga kesuksesan, kesehatan dan kebaikan menyertai kalian semua Aamiin Aamiin Ya Robbal Alamin :')
Itulah sedikit cerita yang bisa saya tuliskan tentang perngalamanku mengajar dan mengabdi di Kalimantan Barat. Suatu kebanggaan tersendiri bagi saya menjadi salah satu anak negeri yang diberikan kesempatan untuk bisa mengenal dan belajar bersama anak-anak pelosok negeri ini. Senyum dan semangat belajar mereka adalah alasan bagi saya untuk terus bersemangat mendampingi mereka belajar dan berbenah diri agar kelak bisa menjadi pribadi yang lebih bermanfaat lagi. Terimakasih keluarga besar SM3T angkatan V, terimakasih keluarga besar SMAN 1 Suti Semarang, masyarakat Suti, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, sahabat dan keluarga di Jogjakarta yang selalu mendukung dan membersamai. Semoga kisah ini menginspirasi kita semua untuk terus menjadi pribadi yang pandai bersyukur dan tidak pernah lelah belajar menjadi yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Semoga kesehatan, kesuksesan dan kebaikan selalu membersamai kita semua Aamiin Aamiin Ya Robbal Alamin. Adil Ka’talino Bacuramen Ka’saruga, Basengat Kacubata…! HARUS!!! . Fatma Dwi Rusmiana, Juli 2016

Posting Komentar

2 komentar

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Adil kak' talino bacuramin ka' saruga basengat ka' jubata.. Harus!!!
Terimakasih atas pengabdiannya selama satu tahun di suti semarang, sukses selalu untuk rekan-rekan yang telah mengambil bagian dalam program SM3T ^_^ Salam dari Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Tanjungpura Pontianak.

Dimohon untuk berkomentar dengan bijak!

 
Top